Pengakuan Pemilik Landak Jawa Ungkap Pelanggaran Serius
Kasus kepemilikan enam ekor Landak Jawa di Kabupaten Madiun membuka kembali perhatian publik terhadap lemahnya kesadaran sebagian masyarakat akan perlindungan satwa liar. Fakta yang terungkap dari proses penyidikan menunjukkan bahwa pelanggaran ini bukan sekadar kelalaian, melainkan dilakukan dengan kesadaran penuh akan status hukum satwa yang dipelihara.
Bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Wilayah I Madiun menegaskan bahwa Darwanto, warga Dusun Gemuruh, Desa Tawangrejo, Kecamatan Gemarang, secara terbuka mengakui mengetahui bahwa Landak Jawa merupakan satwa dilindungi. Meski demikian, ia tetap memelihara hewan tersebut tanpa mengantongi izin resmi dari instansi berwenang.
Kasus ini kini telah memasuki tahap persidangan dan menjadi peringatan penting bagi masyarakat luas mengenai konsekuensi hukum dari kepemilikan satwa liar dilindungi.
Pengakuan yang Memberatkan dalam Proses Hukum
Kepala Bidang KSDA Wilayah I Madiun, Agustinus Krisdijantoro, menjelaskan bahwa pengakuan Darwanto tercantum secara resmi dalam berita acara pemeriksaan. Saat petugas melakukan pengecekan di lokasi, Darwanto tidak menyangkal bahwa keenam ekor Landak Jawa tersebut adalah miliknya.
Lebih jauh, yang menjadi poin krusial dalam perkara ini adalah pernyataan Darwanto yang menyebut dirinya mengetahui status perlindungan Landak Jawa. Artinya, perbuatan tersebut tidak dilakukan karena ketidaktahuan, melainkan dengan kesadaran penuh terhadap larangan hukum yang berlaku.
“Yang bersangkutan tahu status perlindungannya, tapi tetap memelihara. Itu fakta di lapangan dan tercatat secara resmi,” tegas Agustinus saat dikonfirmasi.
Dalam perspektif hukum konservasi, pengakuan tersebut menjadi unsur yang memperkuat dugaan pelanggaran karena menunjukkan adanya unsur kesengajaan.
Awal Terungkap dari Laporan Masyarakat
Kasus ini bermula dari laporan warga pada Jumat, 27 Desember 2024. Masyarakat sekitar mencurigai adanya praktik pemeliharaan satwa liar yang tidak lazim di lingkungan tempat tinggal Darwanto. Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Polres Madiun dengan melibatkan KSDA untuk memastikan jenis satwa dan status perlindungannya.
Petugas gabungan melakukan pengecekan langsung ke lokasi dan menemukan enam ekor Landak Jawa dalam kondisi hidup. Setelah dilakukan identifikasi, dipastikan bahwa satwa tersebut masuk dalam daftar satwa dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seluruh satwa kemudian diamankan sebagai barang bukti dan dititipkan oleh Polres Madiun untuk memastikan kesejahteraan hewan selama proses hukum berlangsung.
Status Landak Jawa sebagai Satwa Dilindungi
Landak Jawa (Hystrix javanica) merupakan satwa endemik Indonesia yang dilindungi negara. Perlindungan ini bertujuan menjaga kelestarian populasi di alam, mengingat tekanan habitat, perburuan, dan perdagangan ilegal yang terus mengancam keberlangsungan spesies tersebut.
Menurut ketentuan hukum, setiap bentuk kepemilikan, pemeliharaan, perdagangan, maupun penangkaran satwa dilindungi wajib disertai izin resmi. Izin tersebut hanya dapat diperoleh melalui mekanisme tertentu yang ketat dan diawasi langsung oleh instansi konservasi.
Dalam kasus Darwanto, KSDA menegaskan tidak ditemukan izin apa pun, baik sebagai penangkar resmi maupun bentuk legalitas lain yang membenarkan kepemilikan satwa tersebut.
“Tidak ada izin sama sekali. Ini bukan penangkaran resmi, dan tidak ada dokumen pendukung yang sah,” jelas Agustinus.
Penyerahan Sukarela Tak Menghentikan Proses Hukum
Meski Darwanto akhirnya menyerahkan keenam ekor Landak Jawa secara sukarela kepada aparat, hal tersebut tidak serta-merta menghentikan proses hukum. Penyidik menilai unsur pidana telah terpenuhi sejak awal kepemilikan tanpa izin, terlebih dengan adanya pengakuan mengetahui status perlindungan satwa.
Saat ini, berkas perkara telah dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke tahap persidangan. Pengadilan akan menentukan sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku, termasuk ancaman pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam undang-undang konservasi.
Kasus ini menjadi contoh bahwa itikad menyerahkan satwa di akhir proses tidak menghapus tanggung jawab hukum atas perbuatan yang telah dilakukan sebelumnya.
KSDA Tegaskan Komitmen Edukasi dan Konservasi
KSDA Wilayah I Madiun menegaskan bahwa pihaknya tidak menutup pintu bagi masyarakat yang ingin berkontribusi dalam upaya konservasi satwa liar. Namun, seluruh bentuk keterlibatan harus dilakukan melalui jalur hukum yang benar.
Masyarakat yang berminat memelihara atau mengembangbiakkan satwa tertentu diwajibkan memahami status hukum satwa tersebut serta mengurus perizinan secara resmi. Tanpa itu, niat baik sekalipun dapat berujung pada pelanggaran hukum.
“Kami terbuka jika masyarakat ingin berkontribusi pada konservasi. Tapi semuanya harus sesuai aturan. Jangan sampai niat memelihara justru merugikan satwa dan melanggar hukum,” ujar Agustinus.
Peringatan bagi Masyarakat Luas
Kasus Landak Jawa di Madiun menjadi pengingat penting bahwa perlindungan satwa liar bukan sekadar urusan pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama. Memelihara satwa dilindungi tanpa izin, meski dengan alasan pribadi atau hobi, tetap merupakan pelanggaran serius.
Kesadaran hukum dan kepedulian terhadap kelestarian alam menjadi kunci agar kejadian serupa tidak terulang. Masyarakat diimbau segera melapor atau menyerahkan satwa dilindungi kepada pihak berwenang jika menemukannya di lingkungan sekitar.
Dengan penegakan hukum yang konsisten dan edukasi yang berkelanjutan, diharapkan upaya perlindungan satwa liar di Indonesia dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan.
Baca Juga : Pekan Kebudayaan Daerah Jabar 2025 Resmi Digelar di Cirebon
Jangan Lewatkan Info Penting Dari : ketapangnews

