Komisi II DPR Soroti Gerakan Seribu per Hari Jabar
radarjawa – Gerakan “Seribu per Hari” yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Barat menarik perhatian Komisi II DPR RI. Program yang bertujuan menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pengumpulan dana sosial tersebut dinilai baik dalam semangat gotong royong, namun memerlukan kejelasan regulasi dan akuntabilitas pengelolaan dana agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.
Anggota Komisi II DPR, Ahmad Riyadi, menilai inisiatif itu menunjukkan semangat kemandirian masyarakat Jabar untuk membangun daerahnya sendiri. Namun, ia menegaskan bahwa setiap gerakan berbasis dana publik harus dikelola secara transparan. “Kami menghargai semangat kolaboratif masyarakat Jawa Barat, tapi pemerintah daerah perlu memastikan mekanisme pengumpulan dan penyaluran dana berjalan sesuai ketentuan perundang-undangan,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (8/10).
Riyadi juga menyoroti pentingnya penjelasan kepada publik terkait status dana yang dikumpulkan. Apakah bersifat sumbangan sukarela, donasi sosial, atau termasuk dalam kategori retribusi daerah. Menurutnya, definisi ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih antara kebijakan sosial dan mekanisme pungutan publik yang diatur dalam undang-undang.
“Kalau program ini murni donasi masyarakat dan dikelola secara sukarela, maka tidak masalah. Tapi kalau sifatnya wajib atau diseragamkan kepada pegawai, pelajar, atau ASN, itu bisa menimbulkan tafsir yang berbeda dan harus ditinjau dari aspek hukum administrasinya,” tambahnya.
Dorongan untuk Replikasi Nasional
Jika terbukti berhasil dan akuntabel, DPR menilai gerakan serupa bisa direplikasi di daerah lain dengan pendekatan lokal yang sesuai. Beberapa anggota legislatif menilai, inisiatif ini dapat menjadi model baru partisipasi sosial di era digital. Namun, mereka mengingatkan agar semangat solidaritas ini tidak dijadikan alat politik atau ajang pencitraan.
Gerakan Seribu per Hari Jadi Fenomena Sosial Baru di Jabar
Program ini digagas oleh Pemprov Jawa Barat sebagai gerakan sosial berbasis kesadaran warga untuk membantu pembangunan daerah dan mendukung kegiatan kemanusiaan. Warga diajak menyisihkan seribu rupiah setiap hari melalui platform digital atau lembaga keuangan lokal. Dana tersebut kemudian diarahkan untuk program pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial di wilayah-wilayah terpencil.
Sejak diluncurkan, gerakan ini mendapat sambutan luas dari masyarakat, terutama kalangan muda dan komunitas lokal yang melihatnya sebagai bentuk kontribusi nyata tanpa harus menunggu bantuan dari pemerintah pusat.
Dukungan dari Masyarakat dan Kalangan Akademisi
Sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi mendukung inisiatif ini karena dianggap mampu menumbuhkan kembali semangat gotong royong khas Indonesia. Dosen kebijakan publik Universitas Padjadjaran, Rini Kusuma, menyebut gerakan ini sebagai bentuk demokratisasi pembangunan. “Ini cara cerdas melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah, asal tetap ada transparansi dalam laporan keuangan dan tujuan penggunaannya,” katanya.
Potensi Masalah Transparansi dan Pengawasan
Meski banyak diapresiasi, beberapa pihak menilai perlu ada sistem pengawasan yang ketat agar dana tidak disalahgunakan. DPR meminta Pemprov Jabar membentuk lembaga pengelola independen yang diaudit secara berkala. Selain itu, publik juga diharapkan bisa mengakses laporan penggunaan dana melalui kanal resmi agar tercipta kepercayaan bersama.
Pengamat tata kelola keuangan daerah, Arifin Halim, menilai gerakan sosial akan mudah kehilangan legitimasi jika aspek transparansinya lemah. “Keberlanjutan program ini ditentukan oleh keterbukaan informasi dan rasa keadilan masyarakat,” ujarnya.
Respons Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Menanggapi sorotan DPR, Pemerintah Provinsi Jabar menyatakan siap memperkuat aspek regulasi dan transparansi dalam pelaksanaan program tersebut. Kepala Dinas Sosial Jabar, Deni Suryana, menegaskan bahwa gerakan ini sepenuhnya bersifat sukarela dan tidak ada unsur pemaksaan. “Kami mengajak masyarakat untuk peduli, bukan memungut. Semua transaksi bisa dilacak secara digital, dan laporan akan dipublikasikan setiap bulan,” jelasnya.
