KPU Jawa Barat Bahas Penataan Dapil Demi Keadilan Politik dan Representasi yang Berimbang
radarjawa.web.id Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Analisis Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat. Acara ini menjadi langkah penting dalam memastikan proses demokrasi berjalan adil dan proporsional, sekaligus menjaga keseimbangan representasi politik di wilayah dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia tersebut.
Kegiatan yang berlangsung di Aula Setia Permana itu dihadiri oleh berbagai unsur penting: mulai dari KPU RI, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), Bawaslu, perwakilan DPRD Jawa Barat, partai politik, hingga kalangan akademisi. Diskusi ini menjadi ruang kolaboratif untuk menelaah bagaimana daerah pemilihan (dapil) dan jumlah kursi DPRD disusun agar sejalan dengan prinsip keadilan elektoral dan keseimbangan pembangunan daerah.
KPU Dorong Transparansi dan Akuntabilitas
Dalam sambutannya, Ketua KPU Provinsi Jawa Barat Ahmad Nur Hidayat menjelaskan bahwa FGD ini merupakan kelanjutan dari rangkaian diskusi yang dilakukan KPU di berbagai daerah. Hasilnya akan menjadi bahan kajian teknokratis dalam menentukan jumlah kursi DPRD serta penyusunan dapil yang efektif untuk Pemilu mendatang.
Menurutnya, penataan dapil bukan hanya persoalan teknis administratif, melainkan menyangkut esensi keadilan bagi seluruh warga Jawa Barat. “Kami ingin memastikan setiap daerah memiliki perwakilan yang sepadan dengan jumlah penduduknya, sehingga tidak ada suara rakyat yang terpinggirkan,” ujarnya.
Ahmad menambahkan bahwa KPU Jawa Barat berkomitmen untuk menjadikan proses ini transparan dan inklusif, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan agar hasil akhirnya bisa diterima semua pihak.
Idham Holik: Dapil Bukan Sekadar Hitung Kursi
Dalam forum tersebut, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU RI, Idham Holik, menekankan bahwa penataan daerah pemilihan tidak boleh dilihat semata-mata sebagai proses pembagian kursi legislatif. Lebih dari itu, ini adalah upaya menjaga keadilan politik dan keseimbangan pembangunan antarwilayah.
“Menata Dapil bukan sekadar hitung kursi, ini tentang keadilan politik dan keseimbangan pembangunan. Dengan lebih dari 50 juta penduduk, Jawa Barat adalah miniatur kompleksitas demokrasi Indonesia,” ujarnya.
Idham menjelaskan bahwa KPU RI memastikan setiap tahapan penataan dapil dilakukan dengan prinsip “one person, one vote, one value”, atau satu orang, satu suara, satu nilai. Prinsip ini menjadi landasan penting agar Pemilu di Jawa Barat benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.
“Pemilu yang berintegritas tidak diukur dari siapa yang menang, tetapi dari seberapa adil kita menghitung suara rakyat,” tegasnya. Pernyataan ini mendapat sambutan hangat dari peserta diskusi yang menilai pernyataan tersebut mencerminkan semangat reformasi demokrasi yang sesungguhnya.
Menjaga Proporsionalitas Kursi DPRD
Dalam diskusi, muncul berbagai masukan mengenai alokasi 120 kursi anggota DPRD Jawa Barat yang berlaku saat ini. Beberapa peserta menyoroti perlunya evaluasi agar jumlah kursi tetap relevan dengan pertumbuhan penduduk dan dinamika politik di lapangan.
Perwakilan DPRD Jawa Barat menilai bahwa pembagian kursi harus mempertimbangkan faktor kepadatan penduduk dan luas wilayah, sehingga setiap kabupaten/kota memiliki proporsi representasi yang adil.
Sementara dari sisi akademisi, pakar politik dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung menekankan pentingnya prinsip “equitable representation” atau kesetaraan perwakilan. Menurutnya, penataan dapil harus menghindari ketimpangan antara daerah dengan jumlah penduduk besar dan kecil. “Jika kesetaraan tidak dijaga, akan muncul ketimpangan politik yang bisa berdampak pada kebijakan publik,” jelasnya.
Partisipasi Publik dan Pengawasan Independen
FGD ini juga menyoroti pentingnya partisipasi publik dalam proses penataan dapil. Sejumlah perwakilan partai politik menilai bahwa keterbukaan data dan peta dapil perlu diperluas agar masyarakat dapat ikut memberi masukan sebelum keputusan final diambil oleh KPU.
Selain itu, Bawaslu Jawa Barat menegaskan perlunya pengawasan ketat terhadap proses ini agar tidak menimbulkan konflik kepentingan. Bawaslu menilai bahwa kejelasan dasar hukum dan kriteria dalam pembentukan dapil menjadi faktor penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap hasil Pemilu.
Dari perspektif kelembagaan, Bawaslu juga mendorong agar KPU memperkuat mekanisme konsultasi publik di setiap tahap penataan. “Transparansi bukan hanya kewajiban, tapi juga jembatan untuk membangun kepercayaan,” ujar salah satu anggota Bawaslu dalam sesi diskusi.
Jawa Barat, Cermin Demokrasi Indonesia
Dengan populasi lebih dari 50 juta jiwa, Jawa Barat memiliki peran strategis sebagai miniatur demokrasi Indonesia. Keragaman etnis, agama, dan kepentingan politik di provinsi ini menjadikan penataan dapil sebagai tantangan sekaligus peluang untuk memperkuat demokrasi representatif.
Idham Holik menilai bahwa keberhasilan penataan dapil di Jawa Barat dapat menjadi contoh bagi daerah lain. “Jika penataan dapil di Jawa Barat berjalan baik, itu bisa menjadi preseden nasional. Karena di sinilah kompleksitas politik dan demografi Indonesia bertemu,” ujarnya.
FGD ini tidak hanya menghasilkan rekomendasi teknis, tetapi juga mempertegas posisi KPU sebagai lembaga independen yang menjaga prinsip luberjurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).
Penutup: Membangun Demokrasi yang Inklusif
Artikel ini menegaskan bahwa proses penataan dapil bukanlah sekadar urusan administratif, tetapi refleksi dari semangat demokrasi yang sejati. Keadilan politik tidak hanya berarti setiap orang bisa memilih, tetapi juga memastikan setiap suara memiliki nilai yang setara.
KPU Jawa Barat, bersama KPU RI dan seluruh pemangku kepentingan, berkomitmen menjaga agar proses ini berjalan transparan, akuntabel, dan inklusif. Harapannya, hasil penataan dapil yang baru nanti tidak hanya memperkuat struktur politik di Jawa Barat, tetapi juga menegaskan bahwa demokrasi Indonesia masih hidup dan terus berbenah menuju keadilan bagi seluruh rakyat.
Dengan demikian, menata dapil bukan hanya soal pembagian kursi, melainkan juga soal bagaimana bangsa ini belajar untuk menghargai setiap suara dan menjadikannya pondasi keadilan yang sesungguhnya.

Cek Juga Artikel Dari Platform iklanjualbeli.info
